Mimpi : A Random Experience


“Semalam aku bermimpi…bertemu dengan dirinya~”. Cuplikan lagu dari Kahitna yang berjudul ‘Tentang Diriku’ itu yang mau saya ceritakan sekarang, tapi tentu saja bukan tentang cinta. Dan pastinya itu tentang mimpi.

Cerita ini (bukan) hanyalah fiktif belaka. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita ini adalah nyata dan tempat serta kejadian perkara bisa dibuktikan kebenarannya.

Beberapa waktu yang lalu aku ingin sekali punya adik. Bahkan aku sempat pasang status di facebook yang isinya ingin mengadopsi adik. Tentunya semua ini juga berkenaan dengan keinginanku sebelum-sebelumnya sekali untuk dapat punya kakak. Maklumlah, orang yang tak punya saudara macam aku selalu ingin punya saudara, tetapi kenyataannya aku malah hanya menganggap orang lain sebagai saudaraku. Miris. Maka, beruntunglah siapapun yang punya saudara saat ini, karena kita membutuhkan tempat bergantung, Kawan! Dan buatku, saudara adalah jawabannya.

Tak ada panas, tak ada banjir, tiba-tiba sore yang lalu aku bermimpi dapat adik. Sore itu adalah pada hari Sabtu, 30 April 2011. Sungguh, aku tak pernah mengungkit-ungkit keinginan punya adik lagi, bahkan sudah melupakan pikiran yang absurd itu. Pikiran untuk punya kakak? Aku sudah menganggap seseorang sebagai kakak sendiri. Siapa dia? Dialah kak Westi Permata. Kakak yang telah banyak membantuku selama tiga tahun ini, bahkan mungkin akan banyak membantuku untuk tahun-tahun berikutnya. Bantuannya yang pertama adalah sekedar informasi untuk masuk smansa. Simpel kedengarannya, tetapi buatku sangat berarti. Yah, karena memang tak ada lagi pemberi informasi selain kakakku yang satu ini.

Lanjut ke bahasan sebelumnya, pulang sekolah itu aku ketiduran. Saking capeknya, aku lupa bahwa aku sudah bermimpi. Siapakah yang aku mimpikan sebagai adikku itu? Mhicya Utami Ramadhani, bahkan seseorang yang tak pernah terpikir olehku sebelumnya, tak pernah punya kontak, tak pernah punya berhubungan kecuali sekedar urusan sekolah dan senyum serta sapa semata. Tetapi aku sekarang memimpikannya, ajaib!

Jadi ceritanya, aku mimpi bahwa dia itu diangkat jadi adikku. Entah dalam rangka apa, tiba-tiba saja orang tuanya menitipkan dia untuk jadi adikku (?) Jangan tanya kenapa karena aku juga tak tahu jawabannya. Maka muncullah kebiasaan baruku untuk mengantar dan menjemput dia ke tempat les, membantu dia kalau lagi ada masalah, atau sekedar ngobrol membicarakan hal remeh temeh. Satu hal saja, Madu Kawan, seperti madu, manis sekali rasanya menjadi seorang kakak. Walaupun hanya beberapa momen, tetapi aku merasa sangat bahagia di sana. Tapi itu semua cuma mimpi Kawan, cuma mimpi! Bahkan sebenarnya aku tak tahu alamatnya dimana.

Tak tahu kenapa, aku jadi teringat sebuah artikel tentang mimpi yang ditulis oleh Gaby Defenski di majalah sekolah kami—Media SMANSA, maka langsung saja aku membaca kembali tulisan itu. “Faktanya, mimpi itu berasal dari kejadian yang kita alami sendiri.” Nah sebelumnya aku sempat punya pengalaman unik dengan dia. Pertama, waktu kami sedang mengambil wudhu di toilet. Sebenarnya tak penting karena aku cuma bilang, “Lucu ya dek, kaki kamu kecil sekali!”. Sedangkan yang kedua adalah ketika aku tak sengaja mendengar temannya memanggilnya di kantin, “Chia…chia ayo buruan!”. Oh Kawan, bahkan nama panggilannya sama dengan nama panggilanku di rumah, sama-sama ‘Chia’.

Satu hal yang menarik adalah ketika aku menanyakan hal yang benar-benar ingin kuketahui di dunia nyata, yaitu : “Apa kak Widi—Widya Fadriani—itu kakak kamu, Dek?”. Lalu dia menjawabnya, “Bukan Kak, kita sering bareng karena sering seangkot.” dan ternyata itu memang benar, karena aku juga menanyakannya setelah mengalami mimpi ini. Jawabannya tidak jauh beda, “Kak Widya F, Kak? Itu tetanggaku.” Tidak jauh beda, kan? Maaf sebelumnya untuk Kak Widya Fadriani, sampai membawa-bawa dalam mimpi ini.

Memori otak memang bisa menayangkan mimpi dengan kejadian-kejadian lucu dan aneh yang pernah kita alami sebelumnya, contohnya saja ketika aku melihat Bang Efri Mulia Yusli dan Kak Kiki Amelia di ruang OSIS setelah UN beberapa hari lalu. Maka tiba-tiba saja mereka berdua masuk ke dalam mimpiku yang menceritakan bahwa Kak Kiki kangen sama Bang Efri. Maaf sekali jika kakak-kakak dan abang-abang harus dilibatkan ke dalam mimpi-mimpiku sebelumnya. Tetapi jangan khawatir, karena ini hanya mimpi.

Contoh mimpi yang menggelitik lainnya adalah mimpi yang dialami oleh Rahmi Mulia Putri. Ia bermimpi hadir di pernikahan Pangeran William dan Kate, lalu ia juga bertemu teman-teman sekelasnya, lalu mereka menampilan tari Timur Tengah bercampur dengan tarian Minang yang mereka bawakan di perpisahan. What a funny dream!

Itulah intisarinya, mimpi adalah replay dari kejadian yang pernah kita alami. Keinginanku untuk punya adik, pengalamanku dengan Mhicya yang tidak terlalu bermakna, keingintahuanku antara Mhicya dan Kak Widi, dan akhirnya berakhir di mimpi dengan peristiwa yang campur aduk.

Tetapi terimakasih untuk Fadila Khairani, my beautiful friend ever after, buat advice yang dia berikan supaya aku memberitahu Mhicya saja tentang mimpi itu. Tanpa dia mungkin Mhicya nggak akan pernah tahu bahwa seseorang yang bahkan tak ada hubungannya dengannya bisa memimpikan dia. Bahkan mungkin aku tak akan memanggilnya ‘litle sister’ sekarang ini. Dan bahkan mungkin saja tulisan ini tak akan pernah ada sebelumnya. Ah tentu saja, terimakasih Tuhan karena telah memberikan rentetan peristiwa yang sangat bermakna ini kepadaku. Lengkaplah sudah keinginanku untuk punya adik, walaupun bukan adik kandung, atau adik dalam pikiran yang absurd. Mimpi memang sesuatu yang ajaib, Kawan!
Read More … Mimpi : A Random Experience

Perjalanan Sebuah Puisi Menuju Hatimu

Percaya bahwa puisi bisa berjalan? Tidak. Puisi itu begitu gaib, sehingga tiba-tiba ia sudah mencekikmu. Tapi seperti apapun arti yang kamu berikan pada sebuah puisi, maka saat itulah dia ada di hatimu.

Sebenarnya puisi itu ada karena kita mau mendekatinya. Banyak orang tak sadar bahwa puisi telah sangat dekat dengannya, tapi sayang tak dimanfaatkan. Coba tebak, siapa yang tak pernah suka puisi? No one. Kalau dalam ujian saya jug tak suka puisi, hehe.

Sebenarnya ada cerita menarik tentang saya, Fiona Ramadhanti, Ardanesia, Bunga Dwi Wulandari, dan tak tertinggal : Puisi. Let’s check this out.

Entah kenapa sore itu signal WIFi masuk ke laptop saya—pas lagi iseng mainin laptop di teras rumah. Agak aneh juga, dan tiba-tiba si Fio ngajak chat, kebetulan hari itu H-2 ujian semester. Ini cuplikan chatnya yang agak ngawur.
f : "dibalik kamar sepi ini, ak menangis melihat buku ku yang masih kelihatan rapi dan bersih. ck"

i : "buku say :
"lalu tak adakah kamu hendak memilih aku, melihat aku, menjamah aku? padahal aku sangat ingin balas mencintaimu"
seperti hujan2 saat pulang sekolah dulu"

 f : "semua itu siasia, rasanya memang takdir kita untuk tidak brsama, ku lihat dikau lksana api yg membara seakan" ak akan terbakar olehnya.."

 i : "api ini untuk menghangatkanmu sayang
dari hujan salju di luar
sebab di luar begitu gigil
membikin bibir kelu dan tulang menjadi remuk
takkah kau memelukku?
biar kusiram kau dengan hangatnya tubuhku"

 f  : "sudah brpa kali kau melakukannya, tetap saja aku merasa begitu..
aku ingin kau prgi dri hdupku, namun aku takut .
aaah, uda deh kak. ck"

i : "baiklah kalau begitu
dan kupaki barang-barang
selama bertahun-tahun tak muat di kepalamu
selamat tinggal sayangku
semoga kau cepat melupakan semua tentangku"

f : "waaaa. hahaha
jngan gtu dong."

Kalau Fio tak saya ragukan lagi kenapa dia suka puisi, sebenarnya latar belakang dia kan juga dari seni. Bagaimana dengan yang satu ini?

Ceritanya waktu itu di sekolah ada pembagian bunga karena hari itu ada peringatan hari pendidikan. Suasananya agak romantis gitu karena kita bagiin bunga ke guru-guru. Agak gila juga karena saya berakting ‘nembak Santi Duliem Fauziah’, namanya juga idiot. Nah, bunga yang sama saya kan saya kasih ke Mhicya. Si Bunga Dwi Wulandari juga minta bunga saya. Gini percakapannya :
 I : (Nyanyi nggak jelas sama Santi)
B : (mendekat), kak Bunga minta bunga dong.
I : (nggak ngeh)

Dia terus aja ngomong, sebenernya waktu itu saya nggak nyadar kalau nama dia itu Bunga, dan yang saya pegang itu juga Bunga, hadoh! Tapi pas di lantai tiga baru nyambung :
B : Kak, kasih Bunga bunga dong
I : (nggak ngeh juga)
B : (Mendekat)
I : (Baru nyambung), harusnya kamu yang aku kasih ke orang lain sebagai hadiah, kan kamu bunga.
B : (ketawa), sastra banget.

Dia juga ngulangin kalimat paling memuakkan, “Ngomong sama kak Irma ningkatin kualitas sastra.” Sebenernya sastra begituan mah lumrah, makanya kalau nanti saya jadi sastrawan, saya mau jadi sastrawan yang ilmiah. Kan latar belakangnya dari IPA, harus dimanfaatin dong. Minimal kayak Andrea Hirata deh, sastrawan ilmiah.

Yang ketiga, si Nesya, sesepuh dari SD. Nggak nyangka ternyata pengaruh sastra bisa ada sama dia. Jadi gini ceritanya, malam itu saya lagi nggak ada kerjaan. Dan sayapun ngesms dia.
I : apa ya? yang jelas kamu itu seperti pelampiasan ceritaku yang aneh2
N : Oh jadi aku cuma pelampiasan. Oh teganya u,u
I : T___T yaudah aku janji gak akan ngomong yang aneh-aneh lagi
N : Aku ga nyangka aku cuma di jadikan sebagai pelampiasan hikks #drama
I : bukankah kamu menikmatinya?
N : Ya, cerita-cerita ‘tidak biasa’mu selalu menemani perjalanan kita berdua ke sekolah
I : ya, dan bagaimanakah ketika 3 hari ini kamu tidak mendengar ceritaku, tidakkan kamu merindukannya?
N : ya, aku rindu. 3 hari ini aku berjalan ke sekolah sendirian. kecuali saat hari pertama, aku bersama kak santi (tunggu-tunggu, kenapa si santi mulu sih?) dan apakah kamu juga merindukanku, kak? haha
I : oh…pelampiasanku, tentu saja.. setiap berjalan aku selalu menoleh ke belakang, berharap tiba-tiba kamu muncul..dan tiap melewati gang rumahmu itu, tak hanya aku, bahkan angkot kuning itu juga menunggumu #hahahahah
N : hahahaha. Numpang ngakak dulu. begitupun aku. aku berharap di angkot tabing yang aku tumpangi, ada dirimu duduk di sana. ah tapi ternyata, setiap pagi aku hanya bertemu beberapa orang anak SMA 2. Oh, aku tidak mengira angkot kuning pun sampai menungguku. aku terharu. #brb nangis di pojokan.
I : ah…setiap haripun aku berharap agar terlambat, biar bisa ketemu kamu..ah tapi aku memendam saja hal yang ingin aku ceritakan. #hahahha, udah deh dek…ngakak banget ini
N : Haha iya udah tu, jarang-jarang aku puitis.

Eh..tunggu dulu, ini kok kayak lesbian ya? Wah amit-amit deh. Tapi emang beneran, puisi itu bisa merasuki seseorang. Bukan kerasukan ya! That’s all. Dan kenapa gaya penulisan ini kembali ke-SD? Sebenarnya saya nggak tahu mau nulis apa lagi, tiba-tiba plung! Buntu! 
Read More … Perjalanan Sebuah Puisi Menuju Hatimu

Kembalilah Pada Duniamu

Pernah berusaha memasuki dunia orang lain? Tentu saja maksudnya bukan dunia lain, jangan mikir yang macam-macam. Seperti hokum alam, suatu hal pasti memiliki sebab dan akibat. Seperti hokum Newton III, tentunya memasuki dunia seseorang juga memiliki dampak positif dan negative terhadap diri kita sendiri.

Saya misalnya, mencoba memasuki dunia orang lain, terkadang menguras waktu, pikiran, dan perasaan. Dalam hal ini, saya ingin mundur saja. Baiklah, mari membahas aspek-aspek yang ada yaitu perasaan, pikiran, dan yang terakhir waktu. Anggap saja saya memasuki dunia teman saya sendiri.

Aspek pertama yaitu perasaan. Jadi ingat tentang ‘feed back’, Tentu saja dalam pertemanan kita membutuhkan perhatian dari teman kita tersebut. Terkadang jika kita sudah setulus hati memberi kasih sayang padanya, mungkin saja kita bertanya-tanya, “Tidak adakah sedikit balasan untukku?” Ini wajar, mengingat kita adalah manusia, kita teman dia, bukan ibunya—yang kasihnya sepanjang jalan. Sesuatu yang menguras perasaan dan hati, sungguh melelahkan menunggu feed back yang entah kapan datangnya.

Aspek kedua yaitu pikiran. Ayolah, seberapa banyak orang yang dimabuk cinta menghabiskan waktunya untuk memikirkan kekasihnya tersebut? Satu jam, dua jam, tiga jam, dua puluh empat jam? Jangan-jangan sampai mimpi pun terbawa-bawa. Hal yang kita rasakan selelu membuat kita berpikir, tentu saja dikecualikan pada seseorang yang mau peduli. Kebanyakan berpikir juga membuat gundah alias galau loh, makanya pikiran juga perlu dikontrol. Berpikir tentang apa misalnya? Tanyakan saja pada hatimu, mungkin begini. Kamu berpikir jam berapa dia buka facebook atau twitter, apa dia sudah makan, atau sedang tidur, apa yang dia pikirkan sekarang? Banyak sekali macamnya.

Terakhir ini yang sangat riskan, yaitu waktu. Banyak orang yang menghabiskan waktunya dengan sia-sia cuma karena satu hal yang dianggapnya paling baik. Bermula dari perasaan yang menimbulkan pikiran dan menghabiskan waktu tadi. Beruntunglah yang masih bisa mengendalikan waktunya, yang tidak? Bersiap-siaplah menghabiskan waktumu dengan sia-sia. Saya kadang juga begitu. Maka dari itu, sebenarnya pedui pada seseorang itu tidak harus menghabiskan perasaan, pikiran, dan waktu. Semua ada kadarnya, jika tidak bisa menjalankan semuanya secara seimbang, lebih baik melakukan semua dengan sewajarnya, jangan dipaksakan.

Kembalilah pada duniamu, jangan terlalu memaksakan diri untuk memasuki pikiran seseorang, tidak akan bisa. Jalani semua dengan sewajarnya, jangan berlebihan.
Read More … Kembalilah Pada Duniamu

Berhenti Berharap dan Merendahkan Orang Lain


Cinta. Apakah cinta adalah sebuah kebutuhan? Sepertinya iya, mencintai dan dicintai seperti sebuah kesatuan struktural dan fungsional untuk menjaga suatu keutuhan fungsi dari hati. Mengapa demikian? Tentu saja karena hati membutuhkan asupan gizi yang dinamakan kebahagiaan. Munafik jika ada orang yang tak butuh bahagia. Kejam sekalikah dengan kata ‘munafik’? Sebenarnya bukan munafik, tetapi pemikiran yang suangguh aneh.

Mencintai? Definisinya menurut kamus entah berantah, “Mencoba memberikan suatu perasaan tanpa mengharapkan feed back untuk rasa itu.” Feed back? Terkadang mengharapkan feed back terlalu besar membuat seseorang itu kecewa, karena yang diharapkan tak kunjung memberi apa yang diingini. Feed back bisa dibilang sebagai suatu balasan, balasan perasaan lebih tepatnya. Tetapi seperti yang diutarakan di atas tadi, bukan cinta namanya jika mengharapkan feed back. Lantas, apakah kita bisa mencintai tanpa merasa dicintai? Tidak, perasaan itu akan timpang. Tapi percayalah, terlalu banyak orang-orang yang mengasihi kita tanpa kita sadari, dan sesungguhnya mereka juga mengharapkan feed back dari kita walaupun cuma sedikit saja.

Masih ingat dengan hukum Newton yang menyatakan tentang Gaya Aksi Reaksi? Percayalah bahwa F Aksi = -F Reaksi. Setiap gaya yang diberikan pada benda pasti mendapat balasan dari benda itu. Termasuk juga hati manusia, karena manusia lebih daripada benda mati yang hanya bisa memberi reaksi. Reaksi dari hati manusia bisa berlipat ganda, mungkin saja tidak ditunjukkan secara langsung. Makna filosofisnya, gaya—sekecil apapun yang kita berikan pada suatu benda—pasti akan mendapat reaksi. Begitu pula halnya manusia—sekecil apapun perasaan yang kita berikan pada seseorang—pasti akan mendapat balasan. Hanya saja balasan yang kita dapatkan belum sesuai dengan kadar yang kita butuhkan. Karena itu, kita hanya butuh sabar! Dan menunggu!

Berhentilah berharap pada orang lain yang mungkin belum bisa memberi feed back sesuai kadar yang kita ingini, berharaplah hanya pada Tuhan. Yakinlah Tuhan melihat setiap perbuatan baik yang kita lakukan, cepat atau lambat kita akan mendapat balasan, tentunya sesuai kadar pekerjaan kita. Sangat banyak orang-orang yang jatuh karena kekecewaan, mungkin karena mereka tidak mendapat feed back tadi? Begini, sebenarnya manusia itu banyak tipikalnya. Tak selamanya hukum Newton III tadi berlaku. Apalagi di dunia nyata, masih banyak orang-orang yang tidak mempedulikan cinta yang datang pada mereka. Maka pada orang-orang tersebut, efek Hukum Newton III agak sukar bereaksi. Tetapi cuma waktu yang bisa menjawabnya. Teruslah berikhtiar dan berdoa.

Sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan kita terkadang menjadi kesalahan. Percaya? Tidak semua orang yang kita cintai bisa kita terima baik dan buruknya. Lantas apakah kita akan mempermasalahkan keburukan orang lain? Sementara di dunia ini tak ada yang sempurna, yang ada hanya menutupi ketidak sempurnaan. Bukankah mencintai itu apa adanya?

Berhentilah berharap dan merendahkan orang lain. Terima semuanya dengan lapang dada, niscaya kita bisa berdamai dengan keadaan. 
Read More … Berhenti Berharap dan Merendahkan Orang Lain

Pengalaman Seorang Anak Kecil Yang Bertemu Pengarang-Pengarang Besar

Boleh dibilang menulis adalah hobiku. Bukan sekedar hobi, menulis juga membantuku dalam masalah ekonomi dan lebih dari itu membuatku bahagia. Menulis itu tanpa ambisi, sama seperti belajar menulis, tetapi lewat hati. Jika anda menulis dan belajar menulis dengan hati, niscaya ilmu anda akan tumbuh dan berkembang dengan baik.

Belajar menulis itu perlu. Jika ditanya dengan siapa belajar menulis, banyak modelnya. Bisa belajar dari internet, seminar, buku, jurnal ilmiah, atau dengan guru. Kalau saya memanfaatkan kombinasi dari semua itu, dan betapa beruntungnya saya bisa belajar dengan penulis-penulis hebat. Alhamdulillah nama-nama itu adalah mas Boim Lebon (penulis Lupus kecil dan penulis cerpen), Om Yusrizal Kw (Redaktur Padang Ekspress sekaligus guru saya di Sanggar Pelangi dulu), Bang Andrea Hirata (penulis tetralogi Laskar Pelangi dan dwilogi Padang Bulan), Mbak Naning Pranoto (penulis buku Telaga Inspirasi Menulis Fiksi), Pak Nirwan Dewanto (redaktur sastra Koran TEMPO, dan penulis antologi puisi Buli-Buli Lima Kaki), Bang Ahmad Fuadi (penulis trilogi Negeri 5 Menara) dan masih banyak lagi kakak-kakak dan teman-teman yang mengajari saya menulis seperti Kak Ria Febrina, Kak Maghriza Novita Syahti, Bang Dodi Prananda, Denada Florencia Leona, dan orang-orang yang menyebut saya teman.

Baiklah 80% saya bisa mengikuti semua itu adalah karena ikut seminar. Kebanyakan free payment, atau kadang acaranya memang terbuka untuk umum. Seperti contohnya hari ini, mari kita sharing untuk menceritakan apa yang telah terjadi di hari Minggu ini. Let’s check this out!

Pagi hari itu semua berjalan seperti biasanya. Matahari merambatkan sinarnya, ibu-ibu berangkat ke pasar, dan saya berangkat les. Hari itu saya sudah tahu bahwa Ahmad Fuadi akan datang ke Padang, maka dari itu saya sangat ingin mengikuti Talk Show-nya yang katanya diadakan di TB Gramedia. Jam 08.30 saya berangkat dari rumah, dan kira-kira 30 menit kemudian saya sudah sampai di sana. Belum ada siapa-siapa, Gramedia masih sepi, tapi sudah ada beberapa orang yang berbelanja dan mendaftarkan diri untuk ikut Casting Film Negeri 5 Menara. Di sana saya mendapat informasi bahwa casting dimulai pukul 11.00 dan talk show dimulai pukul 15.00. Karena terlalu lama, saya memutuskan untuk les dulu dan kembali lagi jam 13.00.

Nah di tempat les ini saya bertemu dengan Miss X (tidak mau disebutkan namanya) yang katanya juga ingin ikut talk show tersebut. Anehnya pada hari itu kami sangat stress. Misalnya saja saya, sudah H-4 ujian semester, dan tiba-tiba saya sangat bosan untuk belajar. Apapun mata pelajarannya, meski sudah berulang kali membaca, saya merasa mumet dan tidak mau melanjutkan. Bahkan ketika sudah istirahat juga begitu, tetap tak ada niat untuk belajar, pikiran tak fokus dan menerawang, dan tubuh mudah lelah.

Oh baiklah, aku pergi dengan Miss X ke gramedia. Sebelumnya kami makan siang dulu, dank arena saya lagi bokek, Miss X membeli hot dog yang kami bagi dua. Hahaha, kami seperti anak kos yang kehabisan uang di tengah jalan. Akhirnya kami jalan ke gramedia, dan menemukan bahwa casting sedang dilaksanakan. Untuk mengisi waktu, kebetulan saat itu masih sekitar jam 2, kami membaca buku dan duduk di kursi resepsionis. Dan tiba-tiba Miss X bertanya-tanya pada Mbak yang ada di kasir tentang casting itu. Kebetulan saya yang masih pusing lebih memilih membaca (saya membaca buku Tour Kematian dan Seluk Beluk Kematian, miris sekali ya). Tiba-tiba pula Miss X meminjam buku Negeri 5 Menara yang saya bawa. Ya sudah, saya suruh saja ambil di tempat penitipan barang.

Sekembalinya Miss X dari lantai satu, dia langsung mengambil formulir pendaftaran casting dan mengisinya. Hahaha, dia ingin ikut casting itu. Saya tidak menyangka! Baiklah saya meletakkan buku aneh yang saya baca itu dan menemani dia menunggu di ruang casting lantai 3. Miss X jadi sibuk beradegan seperti Sarah (dalam novel Negeri 5 Menara), sibuk memperagakan gaya Sarah, meniru gayanya dalam berdialog, dll. Tapi kebanyakan adalah tertawa, ya dia sendiri tertawa melihat aktingnya, dan saya juga. Sementara itu suara kami agak besar di sana karena kami paling gugup, saya juga disuruh Miss X untuk ikut casting tapi saya menolak, saya tak mau bikin malu. Dan saya risih karena ada seseorang yang memperhatikan gerak gerik saya, hahaha. Mungkin dia lucu melihat ekspresi kami.

Dan tiba-tiba saja saya mendengar suara dari lantai bawah. Ternyata talk show dengan Ahmad Fuadi sudah dimulai. Wah, saya langsung menarik Miss X untuk ke bawah. Tanpa memperhatikan nomor lot casting, kami langsung turun ke bawah dan memperhatikan Ahmad Fuadi. Tentu saja kami senang, bulan Februari saya membaca novelnya, dan di Bulan Mei saya bertemu penulisnya. What an amazing day!

Karena terlalu ramai, kami cuma bisa menyaksikan dari samping, itupun berdesakan. Beruntungnya saya karena bisa bertanya (Haha, mungkin karena mbak yang jadi moderator itu adalah mbak yang ngobrol dengan kami di meja kasir tadi), Mbak moderator itu langsung menunjukku untuk pertanyaan kedua. Saya langsung bertanya, “Assalamualaikum, nama saya Irma Garnesia, saya ingin bertanya kepada Uda Ahmad Fuadi, jika kita sedang mentok saat belajar, apa yang harus kita lakukan?”

Dia langsung menjawabnya. Ringkasnya dia mengatakan bahwa mencoba belajar itu sangat baik, meskipun harus mentok. Dan hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadari kementokkan itu. Selanjutnya baru mengatasinya. Cara mengatasinya adalah beralih ke hobi lain, misalnya main musik, menulis, dsb. Cara kedua adalah datangi rumah sakit malas (baca novel Ranah 3 Warna), dan yang ketiga adalah mencari pesaing. Tetapi lebih dari itu, dia mengapresiasi karena saya mau belajar, dan orang yang tidak belajar tidak akan pernah merasa mentok dalam proses belajarnya.

Selanjutnya, Bang Ahmad Fuadi membahas tentang proses menulis. Sebelum menulis, kita harus menjawab pertanyaan ini, “Why I am writing?” Kita harus tahu apa tujuan kita dalam menulis, dengan begini stamina akan lebih kuat, menurut Bang Fuadi sendiri, beliau menulis adalah untuk ibadah. Barulah kita menulis, dan yang kedua, “What I am writing?” Tentunya kita harus tahu apa yang akan kita tulis, dan yang pasti tulislah sesuatu yang kita kenali dan kita suka. Ketiga, menulislah dengan konsisten. Kalau Bang Fuadi sendiri biasanya menulis setelah selesai sholat Shubuh, biasanya satu halaman per hari. Dan yang terakhir, bacalah banyak buku.

Terakhir tentunya sesi foto-foto dan tanda tangan. Setelah antri dan mendapat tanda tangan, aku dan Miss X juga antri lagi. Hahahaha, kami ingin sharing dan bertanya tentang banyak hal. Aku sendiri bertanya tentang cara menerbitkan buku, dan akhirnya kami berfoto lagi. Sungguh cara yang cerdik.

Yang jelas, itu adalah hari yang indah, karena aku merasa lebih baik hari itu. Pelajaran moral yang kudapat adalah mendapat petuah secara langsung dari penulis buku bahkan lebih kuat sugestinya ketimbang hanya membaca bukunya.

Terakhir aku bertemu guruku, Om Yusrizal KW, dan teman-teman inioke.com. Mereka pasti tak akan ketinggalan berita semenarik itu. Setelah bersalaman dan ngobrol, aku dan Miss X memutuskan untuk pulang, dan betapa sialnya karena kartu penitipan barang yang kami punya hilang, dan kami harus berurusan dulu dengan security. But, it still be the amazing day.
Read More … Pengalaman Seorang Anak Kecil Yang Bertemu Pengarang-Pengarang Besar

Pepatah yang Tumpah ke Dadaku

Tiba-tiba saja malam ini aku merasa sangat berdosa. Tapi untunglah Tuhan menyadarkanku lewat sesuatu. Tiba-tiba hp-ku bergetar dan beberapa pesan masuk secara bersamaan. Isinya sempat membuatku kaget dan nyaris terperanjat. Isinya menyatakan bahwa seseorang yang tidak kusangka telah memenangkan sebuah lomba yang impossible buatku. Ah, tetapi siapa yang menyangka, Tuhan telah menakdirkan semuanya, dan semuanya tiba-tiba menjadi pisau yang siap menikam dadaku.

Kira-kira sebulan lalu, kalau aku tak salah, aku sempat memberi semangat pada seseorang atas kompetisi yang akan diikutinya. Aku memberinya semangat dan motivasi, dan membantunya mendapatkan informasi dan pengalaman dari peserta tahun lalu. Dari sana terlihat ia sangat gundah dan gelisah, dan aku menyangka bahwa ia tak akan bisa memenangkannya. Bahkan aku menyangka bahwa ia hanya sia-sia mengikuti itu semua.

Ah, betapa bodohnya aku telah berpikir seperti itu. Tampang bukan menjadi penentu seseorang akan berhasil atau tidak, siapa yang menyangka? Dia lulus dan memenangkan kompetisi itu. Dia mengirimiku sms malam ini, mengucapkan terimakasih atas motivasi yang telah aku berikan dulu. Dan saat itu juga perasaanku jadi campur aduk.

Tahukah kau Kawan suatu pepatah yang sangat indah, “Don’t Judge a Book By It’s Cover!” Terasa sangat menarik dan simple, tetapi artinya sangat menohok ke jantung, karena ini kualami secara langsung. Tuhan telah memberiku pelajaran lewat dia. Ah, aku memang bukan manusia sempurna. Terkadang kesombongan dan keangkuhan membuatku meremehkan orang lain, padahal ternyata mereka punya kompetensi lebih dariku. Fatal! Ini terjadi dua kali, bahkan sebenarnya hampir berkali-kali, tetapi aku baru bisa mengambil kesimpulannya sekarang. Tetapi sungguh aku sangat bersyukur karena aku bisa mengambil hikmah dari semua ini, akhirnya aku belajar dari semua ini. Sungguh beruntung orang-orang yang belajar dari pengalaman yang melesat-lesat.

Jujur saja, sebelumnya aku meragukan kemampuannya. Aku mengira dia takkan memenangkan kompetisi itu. Aku menilai dari segi kepercayaan dirinya. Dia kurang percaya diri, tetapi bahkan dia mengutarakan bahwa dia memperoleh motivasi dariku, dan dia berterimakasih untuk itu. Betapa munafiknya aku, di satu sisi aku bilang ini, tapi di sisi lain aku bilang hal berbeda. Sebenarnya aku tak tahu harus bilang apa, tiba-tiba saja ingatanku tentang hal yang telah lama-lama itu berserakan kembali. Apa aku harus bilang padanya, “Maafkan aku sempat meragukan kemampuanmu.” Apakah aku harus bilang itu, lalu apa yang akan dijawabnya?

Sejujurnya aku merasa sangat bersalah dan berdosa. Seharusnya aku menyadari bahwa setiap orang terlahir dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. Sesuatu yang terlihat buruk di mata kita mungkin adalah kelemahannya, tetapi ternyata dia memiliki sisi positif lebih dari yang kita bayangkan. Mau tak mau kita harus menerima hal itu, kita harus bisa menerima setiap kelemahan orang lain. Inilah satu kesalahan memandang sisi negative dari seseorang. Well guys! Be positive and Don’t Judge a Book By It’s Cover!
Read More … Pepatah yang Tumpah ke Dadaku
Copyright 2009 Aqueous Humor. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy