Kau tak pernah suka puisi dan cintaku yang fiksi.
Katamu, kau hanya berpegang pada logika, tak percaya bahasa dan sansekerta.
Cinta yang bertolak pada fiksi tak lebih dari bualan semata.
Kau suka memandangi hujan dari balik jendela?
Percayalah hujan hanya sebuah fiksi. Laiknya cinta, manusia telah menciptakan
berbagai imajinasi tentang hujan. Hujan dikait-kaitkan dengan rindu, dikaitkan
dengan kenangan, hujan dikaitkan dengan kasih tak sampai dan takdir untuk tetap
sendirian. Kau lebih fiksi dariku, tak tahukah kau?
Cinta hanyalah kumpulan imajinasi yang diolah
manusia. Cinta ada dalam kepala manusia. Berbagai bentuk cinta diolah dalam
cerita sedih, menyenangkan, cerita-cerita yang membuatmu tertawa atau menangis.
Dan aku hanya memberi pijakan atau patokan pada cinta itu, aku menjadikannya puisi.
Suatu hari kau akan sadar, kau tak mampu terus-terusan
realistis. Setiap orang membutuhkan drama, kehidupan ini adalah drama. Kita
adalah lakon kehidupan dalam sebuah opera sabun. Aku membiarkan diriku
terhanyut dalam fiksi-fiksi itu, karena aku tak percaya seseorang bisa melulu
realistis tanpa embel-embel drama.
Kau akan percaya puisi dan cintaku yang fiksi. Aku
tak pernah bisa bicara banyak, mengeluarkan ratusan kata. Oh syukurlah Tuhan
menciptakan puisi. Sehingga aku bisa bercerita dalam beberapa potong
kata. Tahukah kau, puisi tak turun begitu saja dari langit? Laiknya perasaan, tak ada yang hadir begitu saja.
Puisi yang indah diciptakan dengan penuh perasaan. Tak peduli betapa
sederhana kata-katanya. Dan suatu hari kau akan paham, aku mencintaimu dengan sepenuh
fiksi.